Tuesday, May 22, 2007

Rahasia Negara dan Mesin Jahit

KESEDERHANAAN keluarga Bung Hatta serta sangat kokohnya mantan wakil presiden itu berpegang pada prinsip mungkin dapat disimak dari penuturan Meutia mengenai kisah sebuah mesin jahit.

Sewaktu ayahnya masih menjadi orang nomor dua di republik ini, ternyata untuk membeli sebuah mesin jahit pun tidak bisa dilakukan begitu saja.

Menurut antropolog dari Universitas Indonesia tersebut, ibunya -Rahmi Hatta harus menabung sedikit demi sedikit dengan cara menyisihkan sebagian dari penghasilan yang diberikan Bung Hatta.

Namun rencana membeli terpaksa ditunda, karena tiba-tiba saja pemerintah waktu itu mengeluarkan kebijakan sanering (pemotongan nilai uang) dari Rp100 menjadi Rp 1. Akibatnya, nilai tabungan yang sudah dikumpulkan Rahmi menurun dan makin tidak cukup untuk membeli mesin jahit.

"Karena ikut terkena dampak adanya keputusan sanering tersebut, Ibu kemudian bertanya pada Ayah kok tidak segera memberi tahu akan ada sanering. Dengan kalem Ayah menjawab, itu rahasia negara jadi tidak boleh diberitahukan, sekalipun kepada keluarga sendiri," kata istri ekonom Prof Dr Sri Edi Swasono itu.


Beruntung ibunya akhirnya mampu juga mewujudkan keinginannya membeli mesin jahit. Namun Meutia mengaku lupa kapan ibunya bisa membeli, sehingga tak dapat menggambarkan seberapa lama penantian wanita yang dikasihi itu untuk membeli barang yang diidam-idamkannya akibat sanering tersebut.

Terbebani Nama


Sebagai putri Bung Hatta, wajar bila Meutia merasa terbebani nama besar ayahnya. Namun yang paling menjadi bebannya adalah perasaan belum berhasilnya ia menjalankan profesi sebagai pendidik dan antropolog untuk mencerdaskan bangsa Indonesia sesuai cita-cita ayahnya.

"Masih banyak masyarakat kita, baik yang kaya maupun miskin, yang belum cerdas," kata kolektor perangko tersebut. Masyarakat cerdas yang dimaksud adalah masyarakat yang tahu harkat dan martabatnya, tidak rendah diri, dan berkarakter tangguh.
Wanita kelahiran Yogyakarta 21 Maret 1947 itu mencontohkan masih saja ada orang yang naik sedan mewah tetapi dengan seenaknya melanggar peraturan lalu lintas. Ia juga prihatin pada pada banyaknya orang pandai tapi karakternya lemah, sehingga tidak bisa pede membawa harga diri bangsa. Akibatnya, masih bisa didekte orang asing.


Dia pun menaruh keprihatinan mendalam pada banyaknya orang miskin yang hanya karena urusan sepele sampai lupa harkat dan martabat manusia dan berakibat tega membunuh. Ibu dari Tansri Zulfikar Yusuf tersebut mengaku sangat ingin orang menyukai dirinya karena dirinya sendiri, bukan karena ia putri Bung Hatta. Begitu juga kalau dalam hal dibenci, wanita yang punya hobi membaca buku tersebut sangat tidak ingin bila orang-orang membenci dia karena mereka benci pada ayahnya.

Gampang Terharu

Meutia, yang tinggal di Jl Daksinapati Timur No 9 Rawamangun, Jakarta Timur, mengaku gampang terharu bila ada teman-teman ayah atau ibunya yang menceritakan tentang sikap hidup kedua orang tuanya yang sederhana dan bersahaja.

Banyak juga, katanya, handai taulannya yang "kaget" ketika melihat sendiri bahwa sebagai mantan wapres -tetapi karena memilih hidup yang jujur dan bersahaja- tak ada barang mewah yang dimiliki ayahnya.

Ia mengaku banyak orang mempertanyakan mengapa ayahnya memilih mundur dari dunia politik. Mereka pun menebak-nebak ada apa di balik langkah yang mengejutkan tersebut. Dia menambahkan, banyak pula orang yang menilai bahwa perbedaan dalam cara berpikir dan langkah yang diambil dalam dunia politik baik oleh Bung Karno dan Bung Hatta merupakan suatu konflik berkelanjutan.

Sebagai putri sulung, ia mengaku pernah dinasihati secara khusus oleh ibunya berkaitan dengan hal tersebut. Menurut ibunya, ada waktunya kedua proklamator itu (Bung Karno dan Bung Hatta) saling jengkel satu sama lain.

Namun hanya mereka berdualah yang bisa memahami dan merasakan kemarahan atau perasaan saling jengkel itu. Akan tetapi bila tiba saatnya, mereka saling memaafkan dan tak mau membesar-besarkan konflik pribadi tersebut terus berlanjut. Keduanya khawatir konflik yang dibesar-besarkan hanya akan berdampak tidak baik terhadap masyarakat dan rakyat Indonesia.

1 comment:

  1. moga2 makin banyak orang yang seperti itu dizaman sekarang yah..
    akupun punya visi yang sama..
    dan akupun sedih kalau dengar cerita pemotongan uang itu, karena kakekku juga ingin beli piano pada saat itu karena dia cinta musik, dan dia sudah memimpi2kan untuk mengajarakan putri sulungnya (ibuku) untuk main piano, tapi kandas mimpinya itu dan sekarang hanya harmonica dia yang tertinggal untuk dikenang.

    makasih pak, blog bapak sangat mengingatkan saya akan moral dari keluarga saya dan kenangan2 yang pantas kita kenang.
    menguatkan visi saya untuk mendidik orang2 tentang indonesia dan bangga sebangga2nya tentang indonesia.

    ReplyDelete